Surabaya.SGI. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pesantren Entrepreneur Indonesia (APEI) Gus Heri Cahyo Bagus Setiawan bilang, kebutuhan produk halal di Indonesia sangat besar jika dilihat dari jumlah populasi penduduk muslim di dalam negeri sebesar 86,7%. Namun, harus kita akui bahwa upaya Indonesia menuju produsen produk makanan halal belum optimal.
“Untuk mengembangkan potensi Indonesia diperlukan dua hal, pertama perlunya pengembangan kawasan khusus yang menghasilkan produk halal, kedua jaminan produk halal untuk konsumen,” katanya.
Dia sampaikan itu saat memenuhi undangan Program Studi Ekonomi Islam FEB Universitas Negeri Surabaya (UNESA) sebagai narasumber Menakar Peluang Bisnis Halal di Indonesia pada Pembekalan Mata Kuliah Praktek Kewirausahaan, Sabtu (11/2/2023).
Dalam pemaparan materi yang dihadiri Dr. Khoirul Anwar Wakil Dekan 1 Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Dr. Ahmad Ajib Ridlwan Koordinator Prodi S1 Ekonomi Islam, dosen dan sekitar 200 an peserta mahasiswa tersebut dia menyampaikan catatan yang penting untuk direnungkan bagi dunia usaha/ industri/ UMKM yang di moderatori oleh Fitriah Dwi Susilowati Dosen Prodi S1 Ekonomi Islam Universitas Negeri Surabaya.
Meski memiliki potensi dan kebutuhan market yang besar saya ada enam catatan yang bisa jadi renungan, kata dia. Pertama dunia usaha/ industri, khususnya UMKM mereka mengenal halal tapi belum sadar pentingnya label halal. Kedua belum berfikir nilai pentingnya implementasi standarisasi halal, ketiga belum berstrategi dengan melihat peluang pasar halal yang besar tersebut, keempat senang bergantung alias menunggu sertifikasi halal itu gratis diberikan oleh pemerintah baru mendaftar, kelima berdalih bahwa produk yang di produksi sudah pasti halal, keenam merasa nyaman bahwa tanpa label halal kita bisa berjualan.
“Sebesar apapun peluang, potensi dan kebutuhan pasar (market) yang luar biasa besarnya, tetapi kalau pelaku usaha/ industri/ UMKM masih kenal saja alias belum memformulasi usahanya bersertifikat halal maka sulit mendapatkan trust dari masyarakat atau konsumen utamanya mereka yang ‘kepo’ halal,” ujar Alumni Magister Sains Manajemen Universitas Airlangga.
Kuliah halal ini penting, menurut Pria yang akarab disapa Gus Heri dimana nantinya akan menjadi perhatian bagi mahasiswa Ekonomi Islam Unesa sebagai calon ekonom muslim, muslim entrepreneur untuk memperhatikan aspek halal menjadi bagian daripada proses berbisnis. Selain itu bagi para akademisi dosen peneliti menjadi topik yang menarik utnuk dilakukan riset dan kajian isu-isu yang kontemporer mengenai halal consumtion, halal regulation, halal economic/business dari beberapa catatan yang saya sampaikan tadi.
Selain memberikan pandangan potensi peluang market industri halal dan catatan-catatannya, Gus Heri memberikan rekomendasi yang bisa dijadikan bahan evaluasi bagi dunia usaha dan alternatif strategi untuk mengoptimalkan Indonesia menjadi produsen makanan dan procuk halal.
“Bagi pengusaha/ industri/ UMKM, setidaknya ada tiga hal: pertama melakukan pendekatan kolaborasi dengan komunitas hijaber, fashion, desainer dan komunitas beauty. Hijabers bisa dijadikan model pemasaran produk halal yang bisa diambil pembelajaran sebagaimana revolusi hijab muslimah/ fashionista yang berlomba-lomba mengenakan hijab dipicu oleh edukasi massif yang terjadi di dalam medium komunitas hijabers.
Kedua melakukan halal marketing secara optimal dengan cara mendaftarkan dan mencantumkan logo halal dalam kemasan produc/ service, ingat label halal sat ini dianggap penting bagi masyarakat bukan saja muslim, tetapi non-mulim alasannya sederhana yaitu produk yang berlabel halal di asosiasikan dengan persepsi sehat. Lalu promosikan baik secara tradisional maupun secara digital. Ketiga, memasukkan nilai edukasi konsumen halal dalam program pemasaran," jelas akademisi milenial yang pernah menjadi Instruktur Digital Entrepreneurship Academy Syariah Kementerian Kominfo RI.
Masih dalam penjelasan Gus Heri, satu hal yang tidak kalah penting adalah belajar dari kesuksesan kampanya Batik.
Upaya Indonesia menjadi produsen halal perlu alternative staretgis. “Kita harus banyak belajar dengan keberhasilan kampanye Batik yang tersukses yang pernah ada di Indonesia. Sukses ini dimulai dari ditetapkannya batik sebagai salah satu warisan budaya dunia oleh UNESCO dan kemudian direspon cepat oleh pemerintah dengan ditetapkannya 2 oktober sebagai Hari Batik Nasional.
Tidak hanya itu, pemerintah juga menghimbau kepada instansi dan perusahaan agar karyawannya mengenakan batik pada hari Jumat. Keren sekali ini. Bagaimana dengan produk bersertifikat halal? tentunya tidak sama persis dengan kampanye batik.
tetapi pelajaran-pelajaran berharga di dalamnya bisa diambil dalam kerangka menumbuhkan kesadaran akan pentingnya berbisnis dengan standar prosedur halal dan mendaftarkan produknya bersertifikat halal,” tegas Kandidat Doktor Ilmu Manajemen Universitas Airlangga Surabaya (ongko).