Probolinggo,SGI. Kasus tukar guling dan penguasaan Tanah Kas Desa (TKD) oleh mantan Kepala Desa Sentong Kecamatan Krejengan Kabupaten Probolinggo hingga saat ini menggelinding bak bola panas dan menjadi polemik dikalangan masyarakat desa setempat.
Seperti diketahui pasca TKD Sentong seluas 1,3 hektar yang terkena dampak pembangunan ruas jalan tol Probolinggo - Banyuwangi (Probo Wangi) dan memperoleh ganti rugi dari pihak pengelola tol senilai Rp 8,4 Milyar, disitulah awal permasalahan timbul di desa ini. Pasalnya mantan kades Sentong, Rokso Ijoyo sampai saat ini belum menyerahkan tanah pengganti serta dokumennya pada Pemerintah desa yang baru.
Akibatnya pemerintah desa hingga mendekati setahun menjalankan roda pemerintahan, tidak dapat mengelola aset desa yang diharapkan menjadi sumber dalam menopang laju pemerintahan desa setempat. Sebenarnya indikasi dugaan merekayasa proses tukar guling TKD ini sudah tercium saat awal pembentukan kepanitiaan dalam lingkup Pemdes pada masa Rokso Ijoyo mendekati berakhirnya masa jabatan sebagai Kades. Bahkan dalam susunan kepanitiaan tidak melibatkan perangkat desa terlebih bendahara desa.
Hal yang bertambah runyam saat Pemdes (Pemerintah desa) dipegang oleh Pejabat sementara Kepala Desa atau PJ Kades yang saat itu dipercayakan kepada Fathurrasyid Muslih. Ketika pencairan dana ganti rugi dari pihak tol diserahterimakan pada PJ Kades Sentong (Fathurrasyid Muslih), dana tersebut bukannya dikelola oleh PJ kades selaku pemegang kendali didesa tersebut, namun dana ini oleh Fathurrasyid diserahkan pada mantan kades.
Sebuah kenyataan yang sangat riskan tatkala melihat adanya dugaan mantan kades sengaja menguasai proses tukar guling (tanah pengganti TKD), padahal roda pemerintahan desa telah berganti.
Bahkan menurut Abdul Rahman, bendahara desa Sentong menjelaskan bahwa dari luasan TKD yang 1,3 Ha katanya mendapatkan ganti seluas 1,6 Ha, namun hingga saat ini tanah yang dimaksud tidak jelas dan jika memang tanah tersebut resmi menjadi pengganti tanah kas desa, seharusnya dokumen atas tanah tersebut diserahkan ke pemerintah desa berikutnya.
Hal yang riskan saat ditanyakan ketika proses pembayaran berlangsung, mantan Kades (Rokso) mengatakan bahwa uang dari tol merupakan uang desa, namun kenapa dana tersebut tidak diserahkan ke pihak desa kok hanya sisanya senilai Rp 17 838 000, terangnya.
Berkaitan dengan carut marutnya persoalan ini, akhirnya Rokso Ijoyo (mantan Kades Sentong) beberapa waktu lalu dilaporkan ke Polres Probolinggo. Atas pelaporan tersebut, warga desa ini berharap agar proses penangannya berjalan. Akan tetapi hingga beberapa bulan pasca pelaporan, ternyata belum ada indikasi kasus ini ditangani secara serius.
Untuk itu, ratusan warga desa Sentong melakukan penggalangan tanda tangan pada lembar surat pernyataan yang menuntut agar pihak Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini Polres Probolinggo segera menuntaskan penanganan kasus tersebut.
Melalui perwakilannya (Ahyadi, Buher dan Asmari) yang didampingi oleh pegiat LSM JAWARA sebagai kontrol sosial, Rabu (15/3/2023) mendatangi Mapolres Probolinggo guna menyerahkan surat permintaan dari warga desa Sentong agar APH segera menindaklanjuti penanganan kasus tersebut.
Ditempat berbeda, Kades Sentong saat ini, Tri Hutadi Kusbiantoro saat dikonfirmasi terkait langkah yang diambil warga desanya mengatakan bahwa dimungkinkan warga sudah tidak sabar menunggu terlalu lama atas pelaporan yang dilayangkan ke aparat penegak hukum.
Sebagai pihak yang setidaknya paham aturan, sebenarnya hal ini tidak perlu terjadi. Ada estafet kepemimpinan yang perlu memahami, dipahami apa saja aset yang dimiliki dan dikelola pemerintah desa.ujarnya singkat. (Tim).