Solo.SGI. Saat senja beranjak ke peraduan, denting notifikasi dari grup media sosial aplikasi whatsapp tak henti-hentinya membahas agenda Kongres Advokat Indonesia yang akan menggelar hajat besarnya di bulan Juni mendatang dan disambut sangat antusias oleh seluruh advokat di nusantara.
Lalu lintas percakapan dalam grup WA tersebut mulai dari yang ringan sampai serius mengenai kepemimpinan selanjutnya di Kongres Advokat Indonesia (KAI) dan persiapan menjelang pelaksanaan Kongres Nasional IV KAI 2024 di Solo mendatang, sambil menikmati secangkir teh hangat sangat menarik untuk disimak.
Dari sekian banyak obrolan tersebut, saya melihat didominasi oleh rekan-rekan Advokai senior bergender laki-laki. Sepanjang obrolan yang menarik dan terkadang menghangat itu, menggelitik saya tentang posisi advokai perempuan, jika pun ada perempuan yang berkomentar tidak jarang di disapa “bang”, seolah-olah Grup tersebut semua berisi abang-abang (laki-laki).
Kondisi ini sebenarnya keliatan sederhana namun bagi saya menjadi menarik untuk melihat lebih jauh, apakah profesi ini memang identic dengan laki-laki? Profesi Advokat apakah memang identic dengan maskulinitas yang semua harus di selesaikan dengan kuat-kuatan? Saya dan Advokai Perempuan tentu perlu menjawabnya, paling tidak pada Kongres IV KAI mendatang.
Dalam pengamatan dan tentunya yang benar-benar saya rasakan sepanjang bergabung di KAI, untuk menjalani peran sebagai seorang perempuan dan menyandang gelar advokat tentunya sangatlah tidak mudah. Di komunitas yang mayoritas didominasi oleh kaum laki-laki ini, perempuan-perempuan advokat harus mampu lebih adaptif, survive serta mengasah kemampuannya, bukan semata hanya sebatas asisten pembawa tas, pembawa dokumen bahkan sebatas “bunga pajangan” diruang pengadilan. Intinya hanya sebagai pelengkap, objek bukan sebagai subjek dan factor utama dalam Tim.
Sebagai advokat yang lahir dan tumbuh dari salah satu organisasi besar yaitu KONGRES ADVOKAT INDONESIA yang menaungi ribuan advokat dari seluruh penjuru tanah air, tentunya saya sangat bangga turut menjadi bagian didalamnya, meskipun seiring berjalannya waktu terdapat dinamika organisasi yang menjadi bagian dan catatan sejarah perjalanan KAI.
Hal ini bukanlah menjadi rintangan bagi KAI untuk terus maju dan semakin terdepan di era digital. Dengan kepemimpinan yang penuh wibawa dan bijaksana, kerja cerdas, kerja keras dan kerja ikhlas, sosok Adv. Dr. Tjoetjoe Sandjaja Hernanto (TSH) membawa KAI menjadi organisasi yang solid, akomodatif, dan mengelola organisasi lebih modern sehingga organisasi terkelola dengan baik dan mampu berdiri sejajar dengan organisasi advokat lainnya. KAI sebagai wadah organisasi para advokai bernaung, sangat berperan besar membentuk karakter advokat yang yang memiliki integritas dan dedikasi tinggi dalam mengemban tugas sebagai “officium nobile”.Susi
KAI memberikan akses yang seluas-luasnya bagi advokai untuk mengambil perannya masing-masing didalam organisasi dan berkembang mengepakkan sayapnya sesuai minat dan keahliannya sebagai advokat. Dari sekian ribu jumlah advokai yang bernaung di KAI, sekitar 14% diantaranya adalah advokat dengan gender perempuan (sumber data: data base E-Lawyer KAI). Bahkan salah seorang dari jajaran vice president KAI adalah seorang advokat perempuan yaitu Adv. Diyah Sasanti yang ekspert di bidang korporasi dan Adv. Yaquitina Kusumawardhani yang lebih dikenal dengan Bunda Yaya sebagai bendahara umum KAI. Di beberapa kepengurusan daerah dan cabang pun saat ini banyak yang dipegang oleh advokai perempuan. Ini menunjukkan keterwakilan advokat perempuan di jajaran elit organisasi KAI. Tentu saja dengan keberadaan perempuan-perempuan tersebut menunjukkan kepada kita bahwa KAI tanggap terhadap isu-isu gender dan membuka ruang khusus untuk perempuan berkarya dan memberikan kapasitas kepada anggotanya.
Pengalaman saya dari awal sebagai advokat hingga saat ini, KAI tanggap dan memberikan kesempatan kepada advokai perempuan untuk meng-upgrade potensi diri dan keilmuannya dengan mengikuti kegiatan-kegiatan baik di internal maupun eksternal organisasi. Beberapa kali pun saya diberikan kesempatan untuk aktif dan mengikuti sejumlah agenda kegiatan di internal organisasi baik ditingkat pusat maupun di daerah seperti Kongres Nasional di Solo, Rakernas KAI di Bali, peringatan HUT KAI di Solo, Konferdalub, Rapimda, Rakerda dan lain-lain," ujar Diah Susanti.
Adapun kegiatan eksternal organisasi yang telah saya ikuti serta sebagai perwakilan organisasi KAI yaitu Training Of Trainer (ToT) advokat dan organisasi bantuan hukum mengenai pendampingan perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum yang diselenggarakan oleh mitra KAI yaitu IJRS dan The Asia Foundation, Lokakarya Mekanisme perlindungan saksi dan korban dalam proses peradilan pidana diselenggarakan oleh LPSK dan KAI, Forum konsultasi advokat dengan bahasan penerapan keadilan restoratif dalam penanganan tindak pidana di Indonesia, Pelatihan bagi advokat perempuan tentang tindak pidana kekerasan seksual dan proses peradilan perempuan yang berhadapan dengan hukum, Bimtek Mahkamah Konstitusi tentang Tata beracara dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024 dan kegiatan lainnya.
Penulis merasakan peran besar dari KAI kepada seluruh anggotanya tidaklah sedikit. Dalam hiruk pikuk menjelang pelaksanaan Kongres IV di Solo nanti, besar harapan penulis, advokai-advokai perempuan ini mampu bersuara, mengambil andil dan keputusan yang tepat pada saat kongres tersebut dan kuota dari advokai perempuan ini semakin bertambah didalam jajaran petinggi KAI. Untuk itu perlunya dibentuk suatu wadah formal yang menghimpun para advokai perempuan agar lebih maksimal dalam berperan, yang sebelumnya telah diinisiasi oleh DPP KAI dengan konsolidasi perempuan -perempuan secara informal. Demi terwujudnya wadah khusus advokai perempuan adalah suatu kesempatan besar dan momentum yang tepat pada saat kongres KAI IV dideklarasikan bersama-sama.
Diskursus mengenai bentuk kepemimpinan KAI yang akan datang tentu bukan satu-satunya agenda pada Kongres IV, menjadi hal penting juga apabila menuju Kongres IV positioning Advokai Perempuan juga menjadi lebih tegas, apapun kepemimpinan yang disepakati, afirmasi terhadap Advokai Perempuan sebaiknya dikuatkan.
Faktanya, Advokai Perempuan sudah sering melakukan konsolidasi, nah sudah saatnya di Kongres nanti dinyatakan sebagai agenda yang strategis.
Pada akhir tulisan saya dengan segala suka cita menyampaikan, dengan semangat kebersamaan mari kita sukseskan Kongres IV KAI 2024!. Hidup Advokai Perempuan!, Kita bikin romantis,,,,bikin paling romantis,,,,yang paling romantis….KAI BANGKIT KAI BANGKIT KAI BANGKIT...(ongko).