Jember:.SGI.News. Sungguh miris dan sangat disesalkan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) lagi-lagi mendapatkan temuan terkait peristiwa terjadinya pelanggaran netralitas kepala Desa (Kades) di Pilkada Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Kini Kasus tersebut sedang dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jember. dalam laporannya KIPP menyodorkan bukti petunjuk berupa rekaman video kejadiannya.
Video tersebut memuat peristiwa saat Kades Kecamatan Pakusari berinisial M bersama anggota DPRD Jember berinisial R sedang membagi-bagikan beras ke warga. Kemudian, mereka berpesan agar warga nantinya harus memilih calon tertentu.
Dugaan pelanggaran tersebut ditemukan melalui video yang awalnya menyebar di masyarakat dan sosial media termasuk di Tiktok. Yang Terlihat seorang Kades bersama salah satu anggota DPRD Jember beserta timnya menyerahkan sembako kepada warganya dengan permintaan supaya memilih pasangan calon nomor urut 02," ungkap Ketua KIPP Jenber, Hairil Syafril Soleh, Rabu, 20 November 2024.
Menurut Syafril, berdasar penelusuran KIPP yang diperoleh keterangan bahwa peristiwanya terjadi pada tanggal 6 November 2024. Artinya, berlangsung ketika masa kampanye.
KIPP mendesak Bawaslu agar memproses laporan tersebut. Mengingat, dugaan pelanggaran pidana Pemilu yang melibatkan kades cukup masif.
Selain kasus, KIPP sebelumnya melaporkan sedikitnya 6 kades. Bahkan, sekarang bakal menyusul satu laporan lagi terkait kades yang ikut cawe-cawe pada politik praktis Pilkada.
Temuan itu sudah kami laporkan kepada Bawaslu Jember. Kemudian, di Kecamatan Ajung juga terdapat indikasi pelanggaran nyaris serupa," ungkap Syafril.
Ia memaparkan, keterlibatan kades maupun anggota DPRD dapat melanggar Pasal 29 dan Pasal 51 UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa juncto Pasal 280 dan Pasal 282 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu juncto Pasal 70 dan 71 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi undang-undang.
Ditambah lagi, melanggar Pasal 62 PKPU Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.(r).